Monday, December 12, 2011

Sombong dan dermawan



Para Sufi, tidak seperti ahli mistik lain atau yang dianggap sebagai pemilik pengetahuan khusus, dikeenal sebagai orang yang sombong.Kesombongan ini, Kata mereka sendiri, semata-mata akibat salah pengertian orang terhadap perilaku mereka. Kata mereka, orang yang bisa menyulut api tanpa menggesekkan dua batang kayu dan menceritakannya akan tampak sombong dimata orang lain yang tak mampu melakukannya. Mereka juga terkenal amat-sangat dermawan. Kedermawanan mereka itu, kata orang, berlaku untuk hal-hal yang sangat penting. Keterbukaan tangan mereka dalam hal materi hanyalah cerminan dari kedermawanan mereka dalam kearifan.Orang yang ingin mempelajari jalan sufi sering mengamalkan kedermawanan dengan barang-barang, dalam usaha untuk mencapai bentuk kedermawanan yang lebih besar.Seperti apapun itu, ada sebuah kisah menarik yang diceritakan tentang tiga orang dermawan di Arabia.

                Suatu hari timbul perselisihan dikalangan bangsa Arab tentang siapa pria yang paling dermawan. Argumen itu berlangsung selama berhari-hari, dan akhirnya disetujui bahwa diantara para kandidat terpilih tiga orang. Karena para pendukung ketiganya pasti akan berebut lagi dalam masalah itu, sebuah komite dibentuk untuk menentukan keputusan akhir. Mereka memutuskan bahwa, sebagai tes penentu, sebuah pesan akan dikirimkan kepada tiga orang itu dan berisi :
                “Kawan mu Wais sedang terdesak kebutuhan. Dia memohon kepadamu untuk memberikan bantuan materi.”
                Utusan pertama tiba dirumah pria dermawan pertama, dan menyampaikan kepadanya apa yang dipeerintahkan oleh komite. Pria dermawan pertama berkata,”Jangan menggangguku dengan masalah sepele seperti itu-ambil saja apa yang kamu inginkan dari semua milikku, dan berikan itu pada kawanku Wais.” Ketika utusan ini kembali, orang-orang  yang berkumpul menganggap bahwa tidak ada kedermawanan yang lebih besar dari ini-dan sombong pula.
                Tapi utusan kedua, ketika menyampaikan pesan ini, menerima balasan seperti ini dari pelayan pria dermawan kedua,”Karena tuanku benar-benar sangat angkuh, aku tidak bisa mengganggunya dengan pesan semacam itu. Tapi aku akan memberikan padamu semua yang dimilikinya, dan juga surat gadai atas harta tak bergerak miliknya.”komite, saat menerima pesan ini, membayangkan bahwa ini pastilah pria yang paling dermawan di Arabia. Tapi mereka belum mendengar hasil dari misi yang dijalankan utusan ketiga.
                Dia tiba dirumah pria dermawan ketiga, yang berkata kepadanya,”Ambil saja semua barangku dan bawa surat ini pada pemberi utang agar dia menyita seluruh hartaku, dan tunggu disini sebentar, sampai ada orang yang datang kepadamu atas perintahku.” Setelah itu pria dermawan ketiga berjalan pergi. Setelah utusan menyelesaikan tugasnya, dia mendapati bahwa seorang agen dari pasar sudah menunggu di depan pintu. Agen itu berkata,”JIka kamu adalah utusan dari Wais yang disuruh menemui kawannya, aku harus menyampaikan kepadamu harga dari seorang budak, yang baru saja dijual di pasar budak.” Budak itu adalah pria dermawan ketiga. Lebih lanjut diceritakan bahwa, beberapa bulan kemudian, Wais sendiri, yang merupakan salah satu anggota komite penentu, mengunjungi sebuah rumah dimana seorang budak yang sedang melayaninya ternyata adalah kawannya si Pria dermawan ketiga. Wais berkata,”Gurauan sudah keterlaluan! Bukankah sudah waktunya kamu dibebaskan dari perbudakan?”. Pria dermawan ketiga, yang ternyata seorang sufi berkata,”Gurauan bagi sebagian orang mungkin tidak dianggap demikian oleh sebagian lainnya. Di samping itu, aku-sesuai dengan ketentuan hukum-harus bekerja sampai dibebaskan berdasarkan persetujuan Tuanku. Cuma perlu waktu dua atau tiga tahun lagi sebelum aku bisa menjadi orang bebas lagi.”


                                                                                                                                                                (Buku karya Idries Shah)


0 comments:

Post a Comment